living life and love to the fullest...

Tuesday, September 04, 2007

Be perfect, be u…

Beberapa waktu lalu saya terjebak macet parah di jalan Casablanca. Bayangkan saja, dari area Benhil untuk sampai ke mal ambasador memerlukan waktu 1 jam! Konon dikabarkan kemacetan itu karena adanya demo di depan kedutaan besar Malaysia. Sekelompok orang berdemo, sekelompok orang lainnya terkena macet…

Saat macet, biasanya saya mengandalkan 2 hal: cemilan dan radio. Saking seringnya terkena macet, dalam mobil pasti ada cemilan, entah itu kacang, wafer, atau cookies. Radio pun selalu menemani saya kemana pun ia pergi. Khusus untuk radio ini, tadinya saya sembarangan memilih stasiun pemancar, tetapi karena seorang teman bekerja sebagai penyiar di radio U FM 94,7 maka iseng-iseng saya mendengarkan stasiun radio itu, dan lama-lama sering nyantol di sana.

Kemacetan di jalan raya seringkali terobati dengan request lagu ke Echi, teman saya yang penyiar itu. Bahkan kadang Echi juga suka berceloteh tentang saya dan kadang menyebutkan nama saya saat siaran. Bukannya numpang beken, tetapi hal ini terbukti dapat mengobati ke-bete-an hati menghadapi macet, walau Echi juga membuat joke atas diri saya.

Lama-kelaman setelah mendengarkan U FM saya tertarik dengan slogannya ‘the perfect u..’ dan ‘be perfect, be u…’. Slogan ini mungkin terkesan arogan, “Sempurna? Mana ada orang yang sempurna? Mana bisa elo jadi sempurna??”

Bagi saya slogan ini memiliki makna yang cukup dalam. Memang tidak ada orang yang sempurna dan kita tidak akan pernah menjadi sempurna, tetapi menjadi sempurna itu sendiri adalah suatu ‘proses’ terus-menerus untuk memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik (to be perfect). Dan dalam proses tersebut juga dibarengi dengan menjadi diri sendiri (to be you). Setiap orang dilahirkan secara unik dan keunikan tersebut perlu dipertahankan…

Sejauh ini mungkin berkesan sepele, tetapi mengapa sebuah radio mengangkat hal tersebut menjadi slogan radionya?

Bisa jadi karena saat ini ada banyak orang yang merasa puas dengan keberadaan dirinya, menganggap dirinya sudah sangat hebat, sudah jago. Pemikiran semacam ini membuat ego diri meningkat dan dapat menghambat proses self-improvement. Dapat menghalangi proses untuk menjadi perfect.

Gejala merasa-dirinya-sudah-hebat ini tidak hanya menimpa para pekerja senior dan eksekutif muda, tetapi juga fresh graduate yang baru mulai bekerja. Seorang fresh graduate –sebut saja Rifi- yang baru saja direkrut di sebuah perusahaan asuransi untuk menjadi tenaga penjual kini tak mau lagi dikasih input oleh rekannya yang lebih senior. “Style saya kalo jualan memang begini …” argumennya.

Argumen tsb membuat saya tersenyum karena bingung, darimana Rifi tahu bahwa itu adalah style-nya sementara ia sendiri belum mengetahui style-style yang lain? Persepsi arogan semacam itu malah mematikan proses belajarnya. Dalam upaya menjadi perfect, sebaiknya Rifi mendengarkan rekan seniornya karena mungkin saja cara jualan yang diajarkan rekannya tersebut lebih efektif. Bila telah mengetahui berbagai metode dan menemukan metode jualan yang paling tepat untuk dirinya, baru Rifi dapat menyesuaikan stylenya.

To be perfect dan to be u merupakan proses yang berjalan paralel dan saling melengkapi. To be u tanpa menjadi perfect dapat menghentikan self-improvement kita. To be perfect tanpa menjadi diri sendiri membuat kita kehilangan jati diri. Dan pada akhirnya keduanya membuat kita menjadi the perfect u.. seperti yang kerap dikumandangkan Echi saat siaran…


:: rombengus 030907


Untuk Daisy Octavia (Echi) di radio U FM 94.7. “Hope your further journey will make you to be perfect and be u…”

d