living life and love to the fullest...

Monday, August 20, 2007

Bali tanpa pantai ?

Pulau Bali terkenal dengan pantainya, mulai dari Kuta, Legian, Nusa Dua, Sanur, Lovina, Jimbaran, Medewi, dsb. Pantai-pantai itu terkenal di berbagai belahan dunia karena pasirnya yang lembut, bersih, ombaknya yang cantik, dan mataharinya yang bersinar sepanjang tahun. Asik untuk berjemur, berenang dan berselancar. Banyak wisatawan berdatangan untuk melihat indahnya pantai-pantai tersebut.

Bagaimana sendainya Bali tanpa pantai? Apakah akan tetap menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia?

Belum lama ini Atun bersama beberapa teman melakukan trip ke Bali, tetapi ia bertekad tidak mengunjungi pantai sama sekali. Tema trip Atun memang seperti judul tulisan ini: Bali tanpa pantai…

Begitu mendarat di Ngurah Rai, Atun dan teman-temannya langsung ke daerah Ubud. Mereka menginap di sebuah cottage di sana. Wisata juga dilakukannya di seputar daerah itu. Mereka menyewa sepeda, dan beramai-ramai bersepeda mengelilingi wilayah Ubud. Menikmati indahnya terasiring dan pemandangan yang berbukit-bukit. Duduk-duduk di pinggir sawah, foto-foto dan menulis berbagai kisah. Mengunjungi rumah-rumah pengrajin. Pengrajin perak, patu, lukisan, dsb. Mengamati bagaimana para seniman itu tak kehabisan ide dalam berkreasi. Mereka juga menikmati lezatnya sajian makanan dan pemandangan di Bebek Bengil.

Masih banyak lagi kegiatan yang dilakukan Atun di Bali. Dan semuanya berjalan luar biasa menyenangkan dan tak terlupakan. Walaupun sama sekali tidak mengunjungi pantai…

Mungkin yang dilakukan Atun ini terdengar antik. Tetapi sebenarnya Atun dan teman-temannya belajar untuk tidak terjebak dengan suatu ‘label’. Bali sangat indah dengan pantai-pantainya, tapi bagaimana bila Bali tidak berpantai? Ternyata Bali tetap indah… Keluar dari jebakan label ini membuat Atun dan rekan-rekannya dapat memandang suatu hal/benda/keadaan dari sisi-sisi lainnya, bukan hanya dari satu sisi yang telah terpatok.

Di kantor tempat Rombengus bekerja ada istilah ‘paradigm zero’. Mirip dengan yang dilakukan Atun, ada gerakan dimana kita tidak terjebak dengan suatu label (baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun label dari pihak lain), tetapi berusaha untuk membersihkan pikiran dengan kembali ke titik nol (kosong, tanpa label sama sekali). Saat paradigma kita bersih, kita dapat melihat berbagai sisi –baik positif maupun negatif- dengan kacamata berbeda.

Seperti yang terjadi pada Atun, saat kita berhasil melakukan paradigm zero, kita dapat melihat keindahan-keindahan yang selama ini tersembunyi...


:: rombengus 200807

d