living life and love to the fullest...

Monday, August 13, 2007

People change, but when?

Seorang perempuan begitu mencinta kekasihnya. Cintanya begitu tulus, hingga rela berkorban demi sang kekasih… Apa pun permintaan si kekasih dipenuhi perempuan itu. Terkadang cinta memang dapat membutakan logika…

Si kekasih sebenarnya juga mencintai perempuan itu, tetapi perilaku yang ditunjukkan seringkali kurang menunjukkan cintanya. Si kekasih masih kerap berperilaku bagaikan anak muda berusia 25 tahun yang gemar berpetualang, gemar dugem, gemar nongkrong hingga larut malam. Berselingkuh? Kemungkinan ia melakukannya cukup besar.

Walaupun perilaku si kekasih demikian, perempuan itu tetap tenang dan tetap mencintainya. Perempuan itu berpendapat bahwa setiap orang dapat berubah. Setiap orang akan berubah. Dan perempuan itu yakin kekasihnya pasti akan berubah setelah menikah.

Kemudian, atas nama cinta, sepasang kekasih itu menikah…

Ternyata si mantan kekasih tidak berubah setelah menikah. Dua bulan berlalu, ia masih tetap sama. Satu tahun berlalu, ia tak kunjung berubah. Tiga tahun berlalu, tak ada beda dengan sebelum menikah.

Si perempuan mulai gelisah, karena ia begitu ingin pasangannya berubah menjadi pasangan yang dewasa dan bijaksana. Lalu si perempuan berpikir bahwa mempunyai anak akan mengubah perilaku pasangannya. Dan perempuan itu kemudian memutuskan untuk hamil dan melahirkan seorang anak bagi mereka berdua.

Setelah si bayi lahir, pasangannya masih sama seperti dulu. Setelah si bayi berusia enam bulan, pasangannya tetap tak berubah. Satu setengah tahun usia si bayi, pasangannya tetap sama…

Si perempuan itu kemudian menyerah. Ia menyerah berharap pasangannya dapat berubah menjadi dewasa dan bijaksana.


+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Istilah ‘people change’ memang benar, setiap orang memang berubah. Tetapi istilah itu kiranya perlu diikuti dengan ‘when?’ Karena ternyata perubahan seseorang memakan proses. Dan proses itu kadang cepat dan kadang perlu waktu yang lama sekali.

Kisah perempuan di atas menggambarkan bahwa pasangannya termasuk orang yang perlu waktu lama untuk berubah menjadi dewasa. Ada pula yang mendefinisikan keadaan ini sebagai, “Tunggu kejeduk dulu baru sadar dan berubah.”

Ada orang yang perlu moment tertentu untuk dapat menyadarkannya dan kemudian berubah. Seringkali moment tersebut bersifat ekstrim, walau ada juga yang langsung sadar dengan moment sederhana. Dari kisah di atas, bisa saja moment tersebut berupa kejadian si perempuan menceraikan pasangannya, anak mereka yang tiba-tiba sakit parah, dsb.

Kalau saja orang tersebut memerlukan moment tertentu untuk berubah, bisa disimpulkan bahwa when di sini sifatnya unpredictable. Karena kedatangan dan bentuknya tidak dapat diprediksi sejak awal. Dan menantikan moment tersebut terjadi bisa membuat kita letih.

Bila hal people change ini kita analisa lebih jauh. Sebenarnya ada 2 hal yang dapat membuat seseorang berubah, yaitu: ‘sadar dan mau berubah.’ Moment yang dibahas diatas merupakan hal yang dapat menyadarkan orang tersebut. Ada orang yang cepat sadar dan ada orang yang perlu waktu untuk sadar.

Open feedback yang bersifat tulus yang diutarakan dengan cara yang tepat dapat membantu membuat seseorang sadar. Untuk itu, tak ada salahnya bagi kita untuk memberi feedback kepada sesama dengan tujuan dan cara yang positif. Karena bisa saja feedback dari kita tersebut merupakan moment yang selama ini ditunggu-tunggu untuk merubah orang tersebut.

Setelah sadar akan kekurangannya, orang tersebut juga perlu suatu komitmen dari dalam dirinya untuk mau berubah. Tak sedikit orang yang setelah sadar akan kekurangannya, tetapi tetap tidak mau berubah. Ini bisa dikarenakan ia telah terlalu nyaman dengan keadaannya dan enggan untuk keluar dari zona kenyamanan itu.

Kembali ke kisah perempuan tadi, bagaimana bila kita berada di posisinya? Bisa dikatakan bahwa berharap pasangan berubah setelah menikah atau setelah punya anak merupakan suatu gambling. Harapan terkadang mengandung resiko. Dan pengambilan keputusan yang mengandung resiko tersebut dapat dilihat sebagai suatu gambling. Bila kita siap dengan resiko-resiko yang mungkin datang (seperti pasangan yang tak kunjung berubah), kita dapat mengambil keputusan yang sama dengan perempuan itu.

Dan pada akhirnya kembali pada diri kita masing-masing, apakah kita berani mengambil resiko yang buruk yang terjadi sembari menunggu seseorang berubah? Atau kita lebih baik berputar haluan karena ketidakpastian?


:: rombengus 110807

d